Dalam upaya meningkatkan kualitas udara yang lebih bersih, sinergi antara sektor transportasi dan energi menjadi peranan kunci yang tidak dapat diabaikan. Polusi udara di kota-kota besar di Indonesia ternyata sudah sangat akut dan menjadi banyak penyebab berbagai gangguan kesehatan untuk masyarakat. Peningkatan kualitas udara merupakan tantangan yang cukup serius.
Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan bagaimana peran sinergi sektor transportasi dan sektor energi dalam upaya peningkatan kualitas udara di kota-kota besar Indonesia, termasuk Yogyakarta, berdasarkan diskusi rung publik yang diselenggarakan oleh KBR (platform podcast dan konten radio berbasis jurnalisme) bersama YLKI, serta beberapa narasumber lainnya.
Kualitas udara di beberapa kota di Indonesia dan pengukuran indeks polusi udara (ISPU)
Bu Luckmi Purwandari, selaku perwakilan dari Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, melaporkan bahwa pada tanggal 23 november 2023, kualitas udara di beberapa kota di Indonesia berada dalam klasifikasi sedang dan baik. Namun, masih ada satu lokasi di Jawa Barat yang menunjukkan kualitas udara tidak sehat. Peningkatan kualitas udara ini disebabkan oleh mulainya musim penghujan di beberapa tempat di Indonesia. Musim hujan dapat membantu mengurangi polusi udara karena dapat menetralisir polutan di udara.
Kualitas udara suatu kota dikatakan berpolusi tinggi jika indeks standar pencemar udara (ISPU) di kota tersebut berada di atas 100. ISPU adalah angka yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kualitas udara di suatu lokasi, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan. ISPU dihitung berdasarkan parameter-parameter pencemar udara, baik parameter kimia, fisika, maupun meteorologi. Parameter kritis yang menentukan ISPU di suatu lokasi adalah parameter yang memiliki nilai ISPU tertinggi.
Berdasarkan kategori ISPU, kualitas udara di suatu kota dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Baik: ISPU 0-50
- Sedang: ISPU 51-100
- Tidak sehat: ISPU 101-200
- Sangat tidak sehat: ISPU 201-300
- Berbahaya: ISPU >300
Penyebab polusi di kota-kota besar Indonesia, dengan sektor transportasi menjadi penyebab utama
Berdasarkan penuturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), banyak faktor penyebab polusi udara di beberapa kota besar saat ini. Penyebabnya sendiri dapat bersifat alami maupun tidak alami. Faktor alami berupa musim arah dan kecepatan angin hingga lanskap kota, dan faktor alami ini cukup susah untuk kita kendalikan.
Adapun faktor tak alami berasal dari aktivitas manusia, seperti sektor transportasi industri, kegiatan rumah tangga, pembakaran sampah, hingga pembuangan emisi. Namun, sektor transportasi, disebut-sebut menjadi penyebab utama polusi di kota-kota besar di Indonesia.
Polusi udara kota juga tidak terlepas dari cara masyarakat bertransportasi. Masyarakat Indonesia sendiri, secara mayoritas masih memiliki kesadaran yang cukup rendah untuk menggunakan transportasi umum massal. Masyarakat lebih memilih bepergian atau menuju kantor menggunakan kendaraan pribadi, sehingga jalanan menjadi macet dan tentu saja ini menjadi salah satu penyebab polusi udara yang membahayakan.
Sementara menurut penuturan Bapak Tulus Abadi, selaku Pengurus Harian YLKI, pencemaran udara di Indonesia disebabkan oleh faktor hulu (sektor transportasi) dan hilir (sektor energi). Sektor transportasi menyumbang 44,5% dari emisi gas buang di Indonesia, terutama karena masih tingginya penggunaan kendaraan pribadi.
Untuk mengatasi masalah pencemaran udara, diperlukan sinergitas antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah perlu meningkatkan kualitas transportasi umum dan mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Dari pihak swasta pun perlu mengembangkan kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Lalu masyarakat juga perlu mengubah perilaku konsumsi dan produksinya agar lebih ramah lingkungan.
Pentingnya Sinergi Antara Sektor Transportasi dan Energi
Dalam era urbanisasi yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sinergi antara sektor transportasi dan sektor energi merupakan suatu keharusan mendesak. Peran kedua sektor ini ini memiliki dampak besar terhadap kualitas udara dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah kesimpulan yang saya ambil dari diskusi yang diadakan oleh KBR bersama YLKI, dalam konteks pentingnya sinergi antara sektor transportasi dan energi dalam menjaga kualitas udara di kota-kota besar:
1. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca:
Kolaborasi antara sektor transportasi dan energi dapat mengarah pada adopsi teknologi yang lebih bersih dan bahan bakar alternatif. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi.
2. Transisi Menuju Energi Terbarukan:
Dengan sinergi yang baik, sektor energi dapat mempercepat transisi menuju sumber energi terbarukan. Pemanfaatan energi surya, angin, dan hidro dapat menjadi pilihan yang lebih bersih untuk menggerakkan sistem transportasi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan merangsang perkembangan energi terbarukan.
3. Peningkatan Efisiensi Energi:
Sinergi antara sektor transportasi dan energi dapat mengembangkan teknologi yang meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam kendaraan. Ini mencakup pengembangan mesin yang lebih efisien, dan pengoptimalan rute untuk mengurangi konsumsi bahan bakar.
4. Perencanaan Transportasi Berkelanjutan:
Dengan sinergi yang baik, pemerintah dan pelaku industri dapat merencanakan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan. Pembuatan jalur sepeda, transportasi umum yang efisien, dan penggunaan teknologi untuk mengelola lalu lintas dapat meminimalkan dampak negatif transportasi terhadap lingkungan.
5. Peningkatan Kesadaran Masyarakat:
Sinergi antara sektor transportasi dan energi juga mencakup pendekatan edukasi dan kesadaran masyarakat. Memotivasi masyarakat agar memahami manfaat penggunaan energi terbarukan adalah langkah penting dalam mengubah perilaku konsumen.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi polusi udara
Mengutip dari penggalan diskusi publik yang diadakan KBR dan YLKI, berikut adalah beberapa langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Ahmad Safrudi, selaku perwakilan dari Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbal (KPBB), dalam rangka mengurangi polusi udara:
- Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih, seperti gas alam dan energi terbarukan.
- Alih teknologi yang lebih rendah emisi, seperti kendaraan listrik.
- Penataan lahan dan tata kota, seperti pengembangan transportasi umum dan jalur sepeda.
- Pengetatan standar emisi, baik untuk kendaraan bermotor, industri, maupun pembangkit listrik.
- Penegakan hukum, seperti pemeriksaan dan penindakan terhadap kendaraan bermotor yang tidak memenuhi standar emisi.
- Melibatkan masyarakat dalam upaya pengurangan emisi, sehingga mereka dapat berkontribusi secara aktif dalam mengurangi dampak buruk polusi udara.
Namun, menurutnya, dalam pelaksanaannya, beberapa pendekatan di atas masih menemui sejumlah tantangan. Misalnya, penggunaan bahan bakar bersih terkendala oleh ketersediaan dan harga yang masih mahal. Alih teknologi yang lebih rendah emisi juga terkendala oleh dukungan kebijakan dan insentif yang belum memadai. Penataan lahan dan tata kota terkendala oleh kepentingan politik elektoral. Penetapan standar emisi terkendala oleh kurangnya penegakan hukum.
Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak untuk mengatasi pencemaran udara di Indonesia. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung pelaksanaan pendekatan tersebut. Selain itu, masyarakat juga perlu berperan aktif dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum atau moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Pandangan subjektif tentang moda transportasi di Kota Yogyakarta dalam kontribusinya terhadap peningkatan kualitas udara
Sebagai pengamat yang terlibat langsung dengan moda transportasi di kota ini, pandangan subjektif saya mencerminkan perjalanan pribadi yang melewati beragam sarana transportasi, dari TransJogja, Kereta Api Bandara yang modern hingga transportasi tradisionalnya, yaitu Becak dan Andong.
Meskipun dengan adanya TransJogja, Kereta Api Bandara, hingga Becak dan Andong, menurut pendapat pribadi saya, moda transportasi umum di Yogyakarta belum memadai karena belum mencakup daerah yang luas. Pernyataan saya ini didukung dengan data yang dimuat di laman Ekspresionline.com, dimana angkutan umum di DIY belum memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini terlihat dari jumlah penumpang yang terus menurun dari tahun 2016 hingga 2021.
Masyarakat pada umumnya, menurut saya masih banyak yang mengandalkan kendaraan pribadi untuk kebutuhan mobilitasnya. Dampak ketergantungan masyarakat umum terhadap kendaraan pribadi tentunya menyumbangkan polusi udara yang berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan laman Portal Berita Pemkot Yogyakarta, pada bulan Agustus hinga September 2023 saja, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat hampir 40% penderita ISPA dan ILI mengalami peningkatan. Penderita ISPA dan ILI di Yogyakarta pada bulan Agustus-September 2023 mencapai 240 pasien.
Yogyakarta, sebagai kota pelajar yang dinamis, padat, dan menjadi destinasi wisata yang diminati, seharusnya menjadi contoh dalam implementasi moda transportasi terintegrasi. Keberadaan populasi mahasiswa yang tinggi, ditambah dengan kunjungan wisatawan yang cukup intens, menciptakan kebutuhan akan sistem transportasi yang efisien dan ramah lingkungan.
Pentingnya memiliki moda transportasi yang terintegrasi dengan baik di Yogyakarta tidak hanya terkait dengan kenyamanan perjalanan, tetapi juga menjadi kunci dalam menjaga kualitas udara.
Namun, dalam rangka mencapai tujuan ini, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat untuk terus meningkatkan infrastruktur transportasi, menyediakan fasilitas yang mendukung, dan terus mengedukasi masyarakat tentang manfaat menggunakan transportasi berkelanjutan. Sehingga, Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar dan destinasi wisata yang menarik, tetapi juga sebagai contoh sukses implementasi moda transportasi yang mendukung kualitas udara yang lebih baik.
Sumber:
https://ekspresionline.com/kebutuhan-masyarakat-terhadap-transportasi-umum-di-diy-masih-jauh-dari-kata-terpenuhi/#:~:text=Ekspresionline.com%E2%80%93Kebutuhan%20mobilitas%20masyarakat,mulai%20dari%202016%20hingga%202021
https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/29306#:~:text=Sejak%20bulan%20Agustus%2DSeptember%202023%2C%20Dinas%20Kesehatan%20Kota,persen%20penderita%20ISPA%20hingga%20ILI%20mengalami%20peningkatan.