2024: A Year of Growth, Fear, and Reflection

“As I look back on 2024, I realize it was a year that challenged me in ways I never imagined. A year where growth wasn’t just about success, but about facing my fears and reflecting on how far I’ve come.

Facing My Fears: Stepping Into the Unknown

Awal tahun 2024 menjadi titik penting dalam hidupku, di mana aku memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dan menghadapi ketakutan-ketakutan yang selama ini membelenggu.

Setelah jampir 8 tahun meninggalkan dunia kerja dan fokus pada peran sebagai ibu rumah tangga, aku mengambil langkah besar untuk memasuki dunia baru sebagai seorang freelancer yang bekerja secara remote. Keputusan ini penuh tantangan, karena aku tahu aku harus belajar banyak hal dari awal.

Salah satu ketakutan besar yang muncul adalah menghadapi tugas-tugas dari klien yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Di awal, aku sering merasa cemas setiap kali menerima pekerjaan baru. Rasa takut apakah aku bisa memenuhi ekspektasi mereka atau tidak, terus menghantui. Aku merasa tidak cukup berpengalaman, tidak cukup cepat belajar, dan sering kali berpikir, “Bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku mengecewakan mereka?”

Aku ingat salah satu proyek pertama yang harus aku kerjakan melibatkan keahlian yang belum aku miliki. Aku harus mempelajarinya dari awal. Mulai dari mencari tutorial, bertanya pada komunitas, dan mencoba-coba hingga akhirnya paham.

Setiap langkah terasa seperti mendaki gunung yang tinggi dan terjal. Tapi aku terus maju, meskipun dengan penuh keraguan. Ketika akhirnya aku menyelesaikan tugas itu dan mendapatkan umpan balik positif dari klien, rasanya seperti beban besar terangkat dari pundakku. Itu adalah momen yang membuatku menyadari bahwa rasa takut sering kali hanya ada di pikiran kita. Dengan usaha dan tekad, ternyata aku mampu mengatasinya.

source : pinterest

Salah satu ketakutan lain yang cukup menghantui aku selama ini adalah “berbicara di depan umum”. Bayangkan saja, berbicara dengan orang asing pun sudah cukup membuatku deg-degan, apalagi harus tampil di depan orang-orang yang belum pernah kukenal (walaupun hanya secara daring!). Bagi kalian yang membaca, mungkin ini terdengar remeh dan receh, tapi bagiku, ketakutan ini bukan hal kecil, ketakutan ini benar-benar ada dan terasa sangat nyata. Aku masih ingat bagaimana pertama kali memperkenalkan diri di komunitas ibu-ibu freelancer, rasanya jantung mau meledak, tangan berkeringat dingin, dan pikiran penuh rasa takut. Semua itu terjadi hanya karena aku harus mengucapkan,

“Hai, saya Hani, ibu dua orang anak yang ingin belajar ..”

Namun, justru dari momen kecil itu, aku mulai menyadari bahwa menghadapi ketakutan adalah soal berani melangkah, tidak peduli sekecil apa langkahnya. Aku mulai terbiasa sedikit demi sedikit berbicara dengan orang baru, menghadiri online meeting, dan bahkan menyampaikan pendapatku. Prosesnya tidak selalu mudah, tapi setiap langkah kecil membuatku merasa lebih percaya diri.

Yang paling tak terlupakan adalah momen di akhir tahun 2024, ketika aku diundang untuk berbagi cerita di Instagram Live oleh Ibu Punya Mimpi. Dulu, membayangkan berbicara di depan banyak orang, meskipun hanya secara daring, sudah cukup untuk membuatku menyerah sebelum mencoba. Tapi kali ini berbeda. Aku berbicara dengan tenang. Walaupun belum sempurna, tapi setidaknya sudah lebih baik daripada sebelumnya.

Tidak hanya itu, tahun ini aku juga berhasil menghadapi ketakutan lain yang sudah lama menghantuiku yaitu “takut pada ketinggian”. Selama ini, aku selalu menghindari aktivitas apa pun yang berhubungan dengan ketinggian karena rasa takut yang luar biasa. Namun, di salah satu momen liburan keluarga, aku memutuskan untuk mencoba mencoba wahana perosotan ekstrem di waterboom. Di puncak perosotan, jujur saja aku sempat ragu dan ada keinginan untuk mudur. Tapi begitu meluncur, semua ketakutan hilang, digantikan perasaan lega dan bangga luar biasa.

Ketakutan yang dulu terasa seperti dinding tinggi yang sulit ditembus kini berubah menjadi tangga yang membantuku naik lebih tinggi. Tahun ini mengajarkanku bahwa menghadapi ketakutan bukan berarti menghilangkannya sepenuhnya, tapi belajar untuk tetap melangkah meskipun rasa takut itu ada.

Embracing Self-Control: Mastering My Reactions

source : pinterest

Bekerja secara remote memberikan kebebasan yang luar biasa, termasuk dalam hal penghasilan. Sebagai seorang freelancer, aku mulai memiliki penghasilan sendiri, yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan semenjak aku menikah. Namun, kebebasan ini juga membawa tantangan baru: bagaimana aku belajar untuk mengendalikan diri dalam mengatur keuangan dan kebiasaan sehari-hari.

Awalnya, aku merasa bebas untuk membeli apa saja yang aku inginkan. Belanja impulsif dan jajan sembarangan menjadi kebiasaan baru yang tidak aku sadari sedang menggerogoti keuangan dan kesejahteraan pribadiku. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari betapa pentingnya untuk belajar menahan diri. Tidak hanya demi kesehatan keuangan, tetapi juga demi kesehatan jiwa dan raga.

Tanpa kemampuan menahan diri, aku merasa hidup menjadi kacau dan tidak terarah. Pengeluaran yang tidak terencana membuat aku merasa cemas, sementara kebiasaan jajan yang berlebihan mulai memengaruhi kesehatan tubuhku. Aku bahkan sering jatuh sakit, seolah tubuhku mengingatkan bahwa pola hidup yang tidak terkontrol ini harus segera diubah.

Tidak memiliki self-control, membuat kehidupanku terasa sangat kacau. Tanpa kendali diri, aku merasa sangat mudah terjebak dalam kebiasaan buruk yang merugikan jangka panjang, baik itu dalam hal keuangan, kesehatan, atau bahkan hubungan sosial.

Self-control bukan hanya soal menahan godaan sesaat, tapi juga tentang membuat keputusan yang lebih bijaksana demi kualitas hidup yang lebih baik.

It’s Totally Fine to Ask for Help

source : pinterest

Selama hampir 8 tahun menikah, aku hidup tanpa bantuan ART (Asisten Rumah Tangga). Aku selalu merasa bisa mengatur semuanya sendiri, mulai dari pekerjaan rumah hingga mengurus anak-anak. Setiap hari aku berusaha untuk terlihat kuat, menjalani rutinitas dengan penuh semangat, dan terus meyakinkan diri bahwa aku bisa menghadapinya tanpa bantuan. Tapi semakin lama, tubuhku mulai memberi sinyal yang tidak bisa aku abaikan. Aku sering merasa kelelahan, dan belakangan, aku bahkan jatuh sakit lebih sering daripada sebelumnya. Ternyata, fisikku tidak bisa berbohong.

Pada awalnya, aku merasa sangat enggan untuk meminta pertolongan. Aku berpikir, “Jika ibuku saja bisa mengurus semuanya sendirian, kenapa aku tidak bisa?” Aku tumbuh dengan melihat ibuku berjuang keras mengurus aku dan adik-adikku tanpa banyak keluhan. Ibu selalu terlihat kuat, selalu bisa mengatasi segalanya dengan tangan dingin dan hati yang besar. Tanpa disadari, hal itu ternyata membentukku menjadi perempuan yang mandiri, tidak suka mengeluh, dan selalu terlihat kuat di depan orang lain (bahkan di depan suami sekalipun).

Namun, kenyataannya berbeda. Aku mulai merasa tertekan, tubuhku semakin lelah, dan aku tahu aku tidak bisa terus mengelak. Tidak ada yang salah dengan meminta bantuan. Justru, itu adalah langkah pertama untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan mental. Setelah hampir 8 tahun mencoba bertahan, akhirnya aku mengakui bahwa aku membutuhkan bantuan, dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan jasa asisten rumah tangga.

Aku belajar bahwa mengakui kelemahan bukan berarti aku tidak kuat. Justru, dengan menerima bantuan, aku bisa fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti merawat diri dan memberi perhatian pada keluarga dengan lebih baik. Ibu selalu mengajarkan aku untuk berjuang, tapi sekarang aku tahu, berjuang juga berarti tahu kapan harus meminta bantuan.

Reflecting on My Journey: Lessons Carved in Time

source : pinterest

Melihat kembali perjalanan yang telah aku lalui, aku menyadari betapa banyak pelajaran yang telah membentuk siapa aku sekarang, baik itu secara emosional maupun mental. Tahun-tahun penuh dengan tantangan dan perubahan memberikan perspektif baru yang sangat berharga.

Secara emosional, aku belajar untuk lebih mengenal diriku sendiri, bagaimana mengelola perasaan, mengatasi rasa takut, dan tetap berprasangka baik meskipun keadaan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Aku juga mulai menyadari bahwa mengatur semuanya sendiri ternyata bukanlah hal yang selalu bisa dilakukan. Selama hampir 8 tahun menikah, aku berusaha kuat dan mengurus semuanya tanpa bantuan, hingga akhirnya tubuhku memberi sinyal bahwa aku sudah terlalu lelah. Aku mulai belajar bahwa tidak ada yang salah dengan meminta bantuan.

Melalui perjalanan ini, aku juga semakin menghargai pentingnya pengelolaan waktu dan prioritas. Dulu, semuanya terasa kacau dan tidak teratur, tapi sekarang aku semakin bisa menata hidup dengan lebih baik. Setiap tantangan, baik itu dalam pekerjaan atau kehidupan pribadi, mengajarkanku untuk tetap maju, bahkan ketika hal-hal tidak berjalan sesuai harapan.

Perjalanan ini bukan hanya tentang pencapaian atau perubahan yang terlihat, tetapi lebih tentang bagaimana aku belajar menghadapi ketakutan, mengendalikan diri, dan menerima kenyataan bahwa tidak ada yang salah dengan meminta pertolongan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Scroll to Top